Selasa, 07 April 2009

Romeo-Juliet, Anak Kandung Komunitas Film



Oleh : Bk. Jati

KabarIndonesia - Memperbincangkan sebuah film tentu saja tak pernah bisa lepas dari orang-orang yang berada di belakang layar, dan pada merekalah Romeo-Juliet, film fiksi adaptasi karya klasik William Shakespeare yang disutradarai oleh Andibachtiar Yusuf, menyimpan cerita tersendiri dalam hal ini.

Film ini mengandalkan orang-orang yang jauh dari sorotan media dan hingar-bingar dunia industri film Indonesia. Mereka selama ini lebih banyak bergelut di komunitas film pendek pada beberapa kota di Indonesia. Tapi jangan salah, meski banyak pihak yang meragukan, ternyata hasil kerja keras mereka sangat diakui. Ini mereka buktikan dengan masuknya Romeo-Juliet pada Hongkong International Film Festival 2009 yang diselenggarakan pada 23-31 Maret lalu.

"Saya adalah orang yang sangat percaya pada kekuatan kawan-kawan komunitas film pendek Indonesia. Oleh karenanya, tatkala merekrut kru pada awal proses produksi, saya langsung mencatat nama-nama mereka dalam daftar teratas," jelas Yusuf.

Tentu saja ini tak mengherankan, mengingat sang sutradara juga mengawali kariernya dengan membesut banyak film pendek. Salah satu yang sangat fenomenal adalah Hardline, dokumenter pendek tentang fanatisme kelompok suporter Persija Jakarta. Film pendeknya ini terpilih menjadi salah satu film resmi untuk Piala Dunia Jerman 2006.

Dalam menggarap naskah awal, Yusuf mengajak Eddie Cahyono. Eddie merupakan salah satu pendiri komunitas Four Colours Films, Jogjakarta. Tak hanya Eddie yang datang dari Kota Gudeg, karena untuk posisi Art Director, Yusuf mempercayakannya pada Bambang Kuntaramurti.

Bambang yang oleh kawan-kawan komunitas lebih dikenal sebagai sutradara film pendek dari komunitas Video Robber mengaku antusias turut menggarap Romeo-Juliet karena ide cerita yang menarik. Apalagi setelah ia mengetahui bahwa musik dalam film ini digarap oleh Ananda Sukarlan, komponis musik Indonesia yang diakui internasional. “Saya membayangkan sebuah cerita klasik yang diadaptasi dengan jenius oleh Andibachtiar Yusuf bertemu dengan musik indah Ananda Sukarlan. Keduanya memberikan roh bagi film ini,” jelas Bambang.

Selain Jogjakarta, pegiat komunitas dari Cilacap juga turut andil. Insan Indah Pribadi dari komunitas film pendek Sangkanparan, mengaku banyak belajar dalam produksi ini. Posisinya sebagai kru lighting memberikan banyak tambahan keahlian, apalagi Insan mengaku bahwa selama ini masih banyak komunitas film pendek di Indonesia yang kurang memperhatikan teknik pencahayaan dalam sebuah produksi. “Saya jadi semakin tahu betapa pentingnya perihal pencahayaan dalam sebuah produksi setelah bergabung dalam Romeo-Juliet,” tutur Insan.

Pada awal bagian film Romeo-Juliet, kita akan melihat opening berupa animasi. Pada bagian inilah Astu Prasidya mengambil peran. Astu adalah pegiat komunitas film animasi K-Deep, Malang. Sebelumnya, Astu telah memenangi Jiffest Script Development 2005. “Secara ide, belum pernah ada film fiksi yang mengangkat tema tentang suporter sepakbola Indonesia. Padahal kelompok suporter sepakbola ini adalah bagian nyata yang ada dalam masyarakat kita. Mereka sangat fanatik dan loyal terhadap klub masing-masing, bahkan seburuk apapun prestasi klub tersebut,” papar Astu bersemangat.

Dalam Romeo-Juliet ini, Yusuf yang juga berperan sebagai produser, tetap mempertahankan editor yang juga bersamanya tatkala menggarap “The Conductors”, film dokumenter peraih Piala Citra FFI 2008, Darwin Nugraha. Sejak awal tahun 2000-an, Darwin telah berkecimpung dalam dunia film pendek dengan mendirikan komunitas Buldozer Films. Tak hanya Darwin yang dipertahankan oleh Yusuf. Director of Photography juga tetap ia percayakan pada Faiz Cemonk Cocona Hayat yang telah mendampingi Yusuf dalam film-film sebelumnya.

Bagi Cemonk, Romeo-Juliet adalah film yang sangat berarti dalam kariernya. “Selama 12 tahun saya terlibat di komunitas dan selama itu pula saya menantikan untuk menggarap film sedahsyat ini,” kata Cemonk dengan suara bergetar karena semangat. Lelaki asal Papua ini mengaku puas dengan proses produksi Romeo-Juliet. Ini dibuktikannya dengan pujian seorang filmmaker ternama Indonesia terhadap hasil garapannya. “Lo tuh satu bukti buat orang-orang, bahwa untuk jadi DoP handal tuh gak perlu lulus dari IKJ,” kata Cemonk sembari tertawa, menirukan ucapan si sutradara ternama tadi.

Ya, Cemonk memang tak pernah lulus dari Institut Kesenian Jakarta, dan ia telah membuktikan bahwa pilihannya tak salah. “Saya justru belajar banyak dari kawan-kawan komunitas film pendek di beberapa kota. Dari obrolan bersama mereka, saya jadi paham betul bahwa kamera bukanlah semata-mata masalah teknis seperti yang dipelajari di kampus,” tutur Cemonk serius.

Ucapan Cemonk kiranya mewakili banyak kru yang berada di belakang layar Romeo-Juliet. Simak saja, Andibachtiar Yusuf tidak pernah mengenyam sekolah film, Astu Prasidya seorang desainer grafis, Bambang Kuntaramurti adalah seorang sarjana ekonomi, Insan Indah Pribadi tukang syuting kawinan dan Darwin Nugraha dulunya adalah seorang pemilik rental DVD bajakan di Jogjakarta. Dari tangan orang-orang macam mereka itulah Romeo-Juliet lahir dan diakui. Film ini adalah anak kandung komunitas film di Indonesia. [*]

by: http://www.kabarindonesia.com/
at: 31-Mar-2009, 00:54:16 WIB


0 komentar: